MOTTO

"committed to nurturing the wholeness though caring"

Rabu, 30 April 2008

SIADH

SIADH
(syndrome of inapropiate secretion of anti diuretic hormon)
A. Definisi
SIADH (syndrome of inapropiate secretion of anti diuretic hormon) adalah gangguan pada hipofisis posterior yang ditandai dengan peningkatan pelepasan ADH dari hipofisis posterior.(elizabet j.corwin)
SIADH adalah gangguan pada kelenjar hipofisis di dasar otak yang mengeluarkan terlalu banyak hormone antideuiretik sehingga menyebabkan konsentrasi natrium rendah. SIADH adalah keadaan dimana sekresi ADH yang berlebuhan , bias dari hipotalamus atau sumber ektopik.
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan pengertian SIADH adalah suatu keadaan dengan kadar natrium serum yang kurang dari 135 mEq/L.
B. Etiologi
SIADH disebabkan oleh:
1. Tumor pituitary terutama karsinoma bronkogenik/ karsinoma pancreatic yang dapat mensekresi ADH secara ektopic(salah tempat)
2. Cidera kepela
3. Pneumonis
4. Pembedahan(dapat memunculkan SIADH sesaat)
5. Obat- obatan seperti
a. cholorpropamid(obat yang menurunkan gula darah)
b. Carbamazepine (obat anti kejang)
c. Tricilyc (antidepresan)
d. Vasopressin dan oxytocin ( hormon anti deuretik buatan ).
6. Meningitis
7. Penyakit nefrotik
8. Kelebihan ADH
C. Patofisiologi
SIADH ditandai oleh peningkatan pelepasan ADH dari hipofisis posterior tanpa adanya rangsangan normal untuk melepaskan ADH. Pengeluaran ADH pengeluaran ADH yang berlanjut menyebabkan retensi air dari tubulus ginjal dan duktus. Volume cairan ekstra seluler meningkat dengan hiponatremi delusional. Dalam kondisi hiponatremi dapat menekan rennin dan sekresi aldosteron menyebabkan penurunan Na diabsorbsi tubulus proximal. Dalam keadaan normal ADH mengatur osmolalitas plasma, bila osmolalitas menurun mekanisme Feed back akan menyebabkan inhibisi ADH.
Hal ini akan mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan oleh ginjal untuk meningkatkan osmolalitas plasma menjadi normal. Pada SIADH osmolalitas plasma terus berkurang akibat ADH merangsang reabsoprbsi air oleh ginjal.
D. Manifestasi klinis
Gejala yang sering muncul adalah:
1. Hiponatremi (penurunan kadar natrium )
2. Peningkatan berat badan
3. Mual, muntah, anorexia, diare
4. Retensi air
5. Letargi
6. Penurunan kesadaran sanpai koma.
Menurut Sylvia ( 2005). Tanda dan gejala SIADH meliputi :
1. Na serum >125 mEq/L.
a. Anoreksia.
b. Gangguan peyerapan.
c. Kram otot.
2. Na serum = 115 – 120 mEq/L.
a. Sakit kepala, perubahan kepribadian.
b. Kelemahan dan letargia.
c. Mual dan muntah.
d. Kram abdomen.
3. Na serum < 1115 mEq/L.
a. Kejang dan koma.
b. Reflek tidak ada atau terbatas.
c. Tanda babinski.
d. Papiledema .
e. Edema daiatas sternum.


E. Komplikasi
Gejala- gejala neurologis dapat berkisar pada nyeri kepala dan konfusi (bingung) sampai kejang otot, koma dan kematian akibat hiponatremia dan intoksikasi air.
F. Pathways
Terlampir .
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan SIADH terbagi menjadi 3 kategori yaitu:
1. Pengobatan penyakit yang mendasari, yaitu pengobatan yang ditunjukkan untukmengatasi penyakit yang menyebabkan SIADH, misalnya berasal dari tumor ektopik, maka terapi yang ditunjukkan adalah untuk mengatasi tumor tersebut.
2. Mengurangi retensi cairan yang berlebihan
- Pada kasus ringan retensi cairan dapat dikurangi dengan membatasi masukan cairan. Pedoman umum penanganan SIADH adalah bahwa sampai konsenntrasi natrium serum dapat dinormalkan dan gejala-gejal dapat di atasi.
- Pada kasus yang berat, pemberian larutan normal cairan hipertonik dan furosemid adalah terapi pilihan .
3. Semua asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami penurunan tingkat kesadaran (kejang, koma, dan kematian) seperti pemantauan yang cermat masukan dan haluaran urine. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan dukungan emosional.


ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN.
1. Data Subjektif.
a. Pola asuhan dan keluaran urin.
b. Pengguanaan obat diuretik ( pitersin ), frekuansi dan efek samping.
c. Adanya rasa haus.
2. Data Objektif.
a. Status mental.
b. BB setiap hari.
c. Asuhan dan keluaran cairan tiap 2 jam atau lebih sering jiak resiko ketidak seimbangan cairan.
d. Osmolalitas urin, berat jenis dan kadar natrium urin.
e. Kadar natrium serum dan osmolalitas serum.
f. Tekanan darah.
B. DATA PENUNJANG
1. Prosedur khusus
Meliputi tes fungsi ginjal, adrenal dan tiroid normal
2. Pencarian sumberhipertensi ADH ekstra hipofisis antara lain dilakukan dengan foto rontgen tengkorak, dada dan abdomen.
3. Pengawasan dari tempat tidur ; pemantauan terhadap tekanan darah
4. Pemeriksasan laboratorium
a. Na serum : menurun kurang dari 135 mEq/L
b. Na urine : kurang dari 15 mEq/L, menendakan konversial ginjal terhadap natrium. Na urine lebih dari 20 mEq/L menandakan SIADH.
c. Kalium serum : mungkin turun sesuai upaya ginjal menghemat natrium dan kalium sedikit
d. Klorida / Bicarbonat serum: mungkin menurun tergantung ion mana yang hilang dengan DNA.
e. Osmolalitas serum < 287 mOsm/kg.
f. Osmolalitas urine : mungkin turun atau biasanya kurang dari 100 m osm/L kecuali pada kasus SIADH dimana kasus ini akan melebihi osmolalitas serum.
g. Hematokrit : tegantung keseimbangan cairan dalm tubuh seperti adanya dehidrasi atau kelebihan cairan.
h. Osmolalitas atau berat jenis urine tinggi ( > 100 mOsm/kg) dengan memperhatikan osmolalitas atau berat jenis serum > 1,004 pada penyebab hiponatremia.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan produksi ADH.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan inadekuat intake
3. Retensi urine berhubungan dengan hiponatremia
4. Gangguan proses piker berhubungan dengan keseimbangan elektrolit sekunder terhadap intravaskuler.

D. INTERVENSI
1. Diangnosa I
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan sekresi ADH kembali normal dengan kriteri hasil :
a. Volume cairan dan elektrolit dapat kembali dalam batas normal.
b. Pasien dapat mempertahankan berat badan dan volume urin 800 – 2000 ml/hari
c. Input sama dengan output
d. Tidak ada odema.
Intervensi :
a. Pantau masukan dan haluaran cairan dan tanda tanda kelebihan cairan setiap 1 – 2 jam.
Rasionalnya: catatan masukan dan haluaran membantu mendeteksi tanda dini ketidakseimbangan cairan.
b. Pantau elektrolit atau osmolalitas serum resiko gangguan signifikan bila serum Na kurang dari 125 mEq/L.
Rasional : untuk mengetahui keadaan natrium serum.
c. Berikan terapi cairan tergantung pada status volume sesuai intruksi ( pilihan cairan yang pertama adalah normal salin sonotik).
d. Batasi masukan cairan.
Rasional : mencegah intoksikasi air.
e. Kaji dengan mengidentifikasi dan penanganan penyebab yang mendasari.

2. Diangnosa II
Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam, masalah gangguan nutrisi dapat teratasi dengan kriteria hasil
a. Barat badan kembali normal.
b. Bebas dari tanda mal nutrisi.
Intervensi :
a. Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : memberikan informasi tentang keadaan masukan diet atau penentuan kebutuhan nutrisi.
b. Buat pilihan menu yang ada dan ijinkan pasien untuk mengontrol pilihan sebanyak mungkin.
Rasional : pasien yang meningkat kepercayaan dirinya dan merasa mengontrol lingkungan lebih suka menyediakan makanan untuk dimakan.
c. Berikan cairan IV hiperalimentasi dan lemak sesuai indikasi
Rasinal : memenuhi kebutuhan cairan atau nutrisi sampai masukan oral dapat dimulai.

3. Diagnosa III.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam, pengeluaran urin kembali normal dengan kriteria hasil :
a. Volume urine kembali normal.
b. Urin dapat keluar dengan lancar.
c. Na serum dapat kembali normal.
Intervensi :
a. Batasi masukan cairan.
Rasional : menjaga keseimbangan cairan tubuh.
b. Kaji dengan mengidentifikasi dan penanganan penyebab yang mendasar.
Rasional : memberikan petunjuk untuk intervensi dini.
c. Pemberian lasix atau furosemid untuk memudahkan pengeluaran cairan.
Rasinal : untuk mempermudah pengeluaran urin.
4. Diangnosa IV.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam , diharapkan proses pikir kembali normal dengan kriteria hasil :
a. Status mental pasien meningkat.
b. Tingkat kesadaran normal.
c. Dapat mengenal lingkungan sekitar.
d. Pola koping normal.
Intervensi :
a. Pantau orientasi pasien terhadap individu, tempat dan waktu.
Rasinal : meningkatkan orientasi dan mencegah kesalahan yang berlebihan.
b. Kaji tingkat kesadaran atau respon neuromuskuler.
Rasional : kekurangan Na dapat mengakibatkan penurunan mental ( pada titik koma) serta kelemahan otot umum atau kacau mental.
c. Tetapkan dan pertahankan jadwal perawatan rutin untuk memberikan waktu istirahat yang teratur.
Rasional : menurunkan stimulasi sistem syaraf pusat dan resiko cidera serta komplikasi neurologi.
d. Pertahankan lingkungan yang tenang, berikan kewaspadaan keamanan atau kejang.
Rasional : seperti adanya keseimbangan cairan dan elektrolit asam basa harus ditanggulangi , gangguan proses pikir harus diperbaiki , perubahan yang terus menerus pada mental memerlukan evaluasi lanjut.





E. EVALUASI
Evaluasi didasarkan pada hasil yang diharapkan pada pasien serta dilanjutkan tindak kewaspadaan selama 3 X 24 jam .
Diangnosa I
Volume cairan dan elektrolit tubuh kembali kebatas normal
Diangnosa II
Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Diangnosa III
Pengeluaran urin kembali normal
Diangnosa IV
Status mental pasien meningkat dan dapat melakukan mekanisme koping dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Black, Matasarin, dkk, 1997, Medical Surgical Nursing, Phiadelpia: W, B, Soundres.
Corwin, Elizabeth j, 2000, Buku Saku Patofisiologi, Jakarta, EGC.
Ellen, Lee, dkk, 2000, Pathofisiology, Phiadelpia: W, B, Soundres.
Hudak, Carolin M, 1996, Keperawatan Kritis, Edisi IV, Volume II, Jakarta: EGC.
Long, Barbara C, 1996, Perawatan Medical Bedah 3, Bandung: yayasan IAPK pajajaran.

Tidak ada komentar: